Denggol: Kisah Katekis yang Meniti Karier Birokrat di Tanah Kayong
|
Hampir semua warga Ketapang, khususnya mereka yang berasal dari komunitas Dayak dan Katolik, mengenali beliau. Pengetahuan tentang PJ. Denggol tersebar luas, baik melalui cerita yang berpindah dari mulut ke mulut maupun melalui buku-buku dan artikel yang menceritakan perjalanan hidupnya. Informasi ini banyak terdokumentasi dalam berbagai publikasi, terutama dalam lingkungan Gereja Keuskupan Ketapang.
Baca artikel terkait Ular Di Tangan Kiri, Merpati Di Tangan Kanan Lasarus Lasarus, Dayak
PJ. Denggol adalah seorang Katekis asal Tanah Kayong yang bersama para Misionaris Kapusin dengan tekun menyebarkan Agama Katolik di wilayah Janang Ran, Bumi Belitang, dan Mualang, yang terletak di Kabupaten Sekadau. Beliau juga memiliki peran penting sebagai Pj. Bupati, menjadi orang Dayak pertama yang menduduki posisi tersebut.
Selain itu, PJ. Denggol adalah salah satu pendiri Panitia Bea Siswa (PBS) Keuskupan Ketapang, bersama dengan P.Jeroen Stoop, CP., dalam kapasitasnya sebagai anggota Panitia Sosial (Pansos) dan Delegatus Sosial (Delsos), yang kemudian dikenal dengan sebutan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Ketapang.
Pada tanggal 10 September 2023, di Gedung Sillekens, yang terletak di Kompleks Katedral Keuskupan Ketapang, telah dilakukan peluncuran buku berjudul BIOGRAFI PJ. DENGOL: KATEKIS JADI BIROKRAT, POLITISI DAN PEKERJA SOSIAL.
Peluncuran buku ini diresmikan oleh Uskup Keuskupan Ketapang, Mgr. Pius Riada Prapdi, yang hadir melalui perwakilan Vikjen P.Dr. Laurensius Sutadi, Pr. Uskup Ketapang. Kehadiran Mgr. Pius Riada Prapdi terhalang oleh kunjungan pastoralnya di Paroki St. Martinus Balai Berkuak. Beliau memberikan presentasi pada Konvenda XI Pembaharuan Karismatik Katolik Provinsi Gerejani Pontianak di Rumah Retret Tirtaria.
Meskipun Mgr. Pius Riada Prapdi tidak dapat hadir secara fisik, beliau mengirimkan pidato peluncuran buku ini melalui rekaman video atau sambutan secara online. Kegiatan ini berlangsung bertepatan dengan peringatan Ulang Tahun Perkawinan ke-85 PJ. Denggol dan Maria Rufina P. Sindat, yang saat itu diperingati di Randau Jekak pada tanggal 10 September 1938.
PJ. Denggol adalah sosok yang jujur. Ketika melakukan perjalanan dinas dan ada sisa biaya, beliau selalu mengembalikan dana tersebut ke kas kantor. Hal ini diperkuat oleh penuturan Rm. Laurensius Sutadi.
Dalam kata pengantar saat peluncuran buku ini, Paulus Lukas Denggol, anak ke-11 dari 13 bersaudara, mengungkapkan bahwa ia memiliki inisiatif untuk menulis biografi ayahnya. Paulus mengumpulkan data dan cerita yang tersebar di berbagai tempat tentang ayahnya dengan tujuan membuat buku yang akan menjadi warisan berharga bagi komunitas, gereja, dan bangsa.
Paulus Lukas Denggol juga mengakui bahwa data dan cerita yang berhasil ia kumpulkan masih belum lengkap. Oleh karena itu, ia menyerahkan karya yang belum selesai ini kepada Keuskupan Ketapang agar bisa disempurnakan dan menjadi bagian dari koleksi buku dalam Seri Sejarah Keuskupan Ketapang.
Baca Mgr. Dr, Valentinus Saeng Sehari-Hari
P. Laurensius Sutadi, Pr., selaku Vikjen yang mewakili Uskup Ketapang saat itu, sangat mendukung keinginan Paulus Lukas Denggol, baik sebagai individu maupun atas nama Keluarga Besar Denggol, untuk membuat buku ini lebih lengkap dengan tambahan data dan gambar-gambar yang dimiliki oleh Keuskupan Ketapang. Buku ini akan menjadi salah satu koleksi berharga di Perpustakaan Keuskupan Ketapang.
Terdapat hal menarik dalam buku ini, yaitu perdebatan mengenai tahun kelahiran PJ. Denggol. Meskipun dikenal sebagai tokoh lahir pada tahun 1914 (tanpa tanggal dan bulan yang jelas), menurut Paulus Lukas, hal ini tidak masuk akal.
Jika Denggol lahir pada tahun 1914, maka saat beliau bersekolah di Serengkah pada tahun 1918, usianya baru 4 tahun. Ini menjadi aneh mengingat bahwa Denggol harus menempuh perjalanan sejauh 10 km dari Beringin di Hulu Serengkah untuk sekolah. Menurut Paulus Lukas, seorang anak baru akan disekolahkan jika "tangan kirinya, jika dilingkarkan di atas kepala, sudah mampu menjangkau telinga kanan, dan sebaliknya."
Dengan kata lain, usia Denggol saat bersekolah di Serengkah yang paling masuk akal adalah 10 tahun, sehingga tahun kelahirannya yang paling masuk akal adalah 1908.
Di bagian lain buku, disebutkan bahwa PJ. Denggol adalah sosok yang jujur. Ketika melakukan perjalanan dinas dan ada sisa biaya, beliau selalu mengembalikan dana tersebut ke kas kantor. Hal ini diperkuat oleh penuturan Rm. Laurensius Sutadi.
Pada akhir acara peluncuran buku ini, Paulus Lukas Denggol membagikan 40 eksemplar buku yang diterbitkan oleh keluarganya secara terbatas.
Buku-buku ini diberikan kepada 12 orang yang pernah bekerja sama erat dengan PJ. Denggol selama hidupnya, seperti Semperong, Ginsai, Engkabau, Pilin Karentika, Paulus Lanjak, MA. Suru, dan lainnya. Sisanya dibagikan kepada peserta yang hadir sesuai dengan nomor urut dalam daftar kehadiran. Bagi yang tidak mendapatkan buku, mereka tetap menerima kenang-kenangan dari acara ini, yang diberikan oleh Rosario.
Baca Menjaga Dan Memelihara Hijau Sekadau
Paulus Lukas Denggol dan keluarganya, yang juga bertindak sebagai panitia peluncuran buku ini, mengakhiri acara dengan menyajikan hidangan makan siang bersama untuk semua yang hadir. Kami mengucapkan terima kasih dan selamat atas peluncuran buku yang sangat berharga ini. (Musa Narang).