Provinsi Kapuas Raya: Misi' Alor ah!
Provinsi Kapuas Raya: jadi barang jualan tiap 5 tahun jelang dan pada masa kampanye. |
SEKADAU NEWs: Salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Barat kembali mengusung wacana, bahkan isu, pemekaran Provinsi Kapuas Raya di bagian timur provinsi ini.
Fenomena ini bukanlah hal baru; setiap lima tahun, Provinsi Kapuas Raya muncul kembali dalam pembicaraan politik, seolah menjadi janji yang terus terulang tanpa pernah terpenuhi. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: bagaimana nasib wilayah ini yang diusulkan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari provinsi Kalimantan Barat?
Kapuas Raya, janji yang selalu menggoda
Ironisnya, meskipun banyak yang berbicara tentang potensi dan kebutuhan pemekaran, Kapuas Raya tidak terdapat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang baru-baru ini disetujui oleh Komisi II DPR RI mengenai pemekaran daerah. Ini menimbulkan rasa skeptis di kalangan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang berharap mendapatkan kejelasan dan kepastian dari janji-janji yang sering kali melayang tanpa kejelasan.
Ada angin berhembus dari Sintang. Warga setempat mulai menggaungkan bahwa dalam waktu dekat akan ada "misi" pemekaran Provinsi Kapuas Raya yang kembali diusulkan. Mengapa hal ini tiba-tiba kembali mengemuka? Salah satu alasannya adalah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya otonomi daerah. Banyak yang merasa bahwa pemekaran dapat memberikan peluang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik.
Ditambah lagi, banyaknya potensi sumber daya alam dan budaya yang belum sepenuhnya dimanfaatkan di wilayah timur Kalimantan Barat membuat gagasan pemekaran semakin menarik. Masyarakat mulai bersatu untuk mendukung wacana ini, melihatnya sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat identitas daerah.
Namun, tantangan tetap ada. Masyarakat perlu memahami bahwa pemekaran tidak hanya sekadar pembagian wilayah, tetapi juga memerlukan persiapan matang dalam hal administrasi, sumber daya manusia, dan kebijakan yang jelas.
Apakah pasangan calon ini benar-benar siap untuk mewujudkan janji tersebut, ataukah ini hanya akan menjadi satu lagi cerita yang terulang dalam siklus politik yang panjang? Dengan pertanyaan ini, semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya dari para calon pemimpin Kalimantan Barat.
Penyampaian oleh Cornelis
Cornelis, sebagai anggota Komisi II DPR RI, menyampaikan laporan resmi hasil Rapat Paripurna ke-21 pada Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, yang melibatkan 26 RUU yang telah diubah menjadi Undang-Undang.
Pembahasan RUU ini telah melalui proses yang mendalam dan intensif di Komisi II, yang bertujuan mengubah status sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Riau, dan Sumatra Barat menjadi UU baru.
Cornelis menekankan pentingnya dasar hukum yang kuat. Wakil rakyat dari Dapil I Kalimantan Barat ini menyoroti bahwa landasan hukum harus sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945, terutama dalam konteks pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia juga mengingatkan bahwa perluasan RUU ini sangat mendesak, mengingat masih banyak daerah yang mengikuti UUD Sementara Tahun 1950, yang kini dianggap tidak relevan dengan ketentuan otonomi daerah dalam UUD 1945. Dengan pengesahan UU ini, diharapkan dapat mencegah konflik hukum dan administrasi di masa depan.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Soeharso Monoarfa, menambahkan bahwa RUU ini merupakan upaya untuk memperbarui dasar hukum serta menyesuaikan cakupan wilayah dengan kondisi saat ini. Ia menegaskan bahwa pengakuan terhadap karakteristik masing-masing wilayah dalam 26 RUU ini memperkuat keberagaman Indonesia sebagai bangsa yang pluralistik dan multikultural.
26 RUU disahkan Menjadi UU: Kapuas Raya tak Tercantum dalamnya
Dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21, 26 RUU tentang kabupaten dan kota telah disahkan menjadi Undang-Undang. Namun, mengejutkan banyak pihak, Provinsi Kapuas Raya tidak termasuk dalam daftar tersebut. Berikut adalah rincian 26 kabupaten dan kota yang disetujui:
1. Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau
2. Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung
3. Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung
4. Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung
5. Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi
6. Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi
7. Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi
8. Kota Jambi, Provinsi Jambi
9. Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau
10. Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau
11. Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
12. Kota Pekanbaru, Provinsi Riau
13. Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatra Barat
14. Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat
15. Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatra Barat
16. Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat
17. Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat
18. Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat
19. Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat
20. Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat
21. Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat
22. Kota Padang Panjang, Provinsi Sumatra Barat
23. Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat
24. Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatra Barat
25. Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatra Barat
26. Kota Solok, Provinsi Sumatra Barat
Ketiadaan Provinsi Kapuas Raya dalam pengesahan ini menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat yang mengharapkan adanya pemekaran wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan daerah.
Bagaimana langkah selanjutnya untuk mewujudkan aspirasi tersebut? Adakah secercah harapan di masa depan untuk Provinsi Kapuas Raya?
Untuk waktu dekat, tentu harapan itu masih jauh dari nyata. (X-5)